Ada legenda yang sudah tersebar dari mulut ke mulut bahkan hingga sempat diceritakan dalam buku pelajaran siswa Sekolah Dasar (SD) yang menceritakan asal muasal batu yang mencuat dari sisi tebing di pinggir danau itu.
Konon, jaman dahulu kala di sebuah desa kecil di tepi Danau Toba hiduplah sepasang suami-istri dengan seorang anak perempuannya, Seruni.
Seruni sedih karena ayahnya menjodohkannya dengan seorang pemuda yang masih sepupunya sendiri. Ia telah menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda di desanya. Putus asa karena tidak tahu harus berbuat apa, ia ingin mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke Danau Toba dengan membawa anjing peliharaannya, Toki.
Saat berjalan ke arah tebing di tepi Danau Toba, tiba-tiba ia terperosok ke dalam sebuah lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya.
Sudah sangat putus asa tidak bisa minta tolong pada siapapun. Seruni lebih memilih mati di dalam lubang, katanya dalam hati. Tiba-tiba dinding-dinding lubang tersebut mulai merapat.
Parapat…! Parapat batu!” seru Seruni agar dinding batu semakin merapat dan menghimpit tubuhnya.
Melihat kejadian itu Si Toki langsung berlari ke rumah untuk meminta bantuan. Sesampainya di rumah Si Toki segera menghampiri orang tua Seruni dengan menggonggong, mencakar-cakar tanah dan mondar-mandir di sekitar majikannya, Si Toki berusaha memberitahukan bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
Sadar akan apa yang sedang diisyaratkan oleh si anjing, orang tua Seruni segera beranjak menuju ladang. Keduanya berlari mengikuti Si Toki yang diikuti juga rombongan penduduk desa hingga sampai ke tepi lubang tempat anak gadis mereka terperosok.
Penduduk hanya mendengar sayup-sayup suara dari lubang "parapat, parapat batu…”. Namun, tidak ada yang bisa menjangkau agau turun ke lubang tersebuh hingga akhirnya goncangan dahsyat terjadi dan membuat lubang secara perlahan merapat dan tertutup dengan sendirinya. Seruni yang berada di dalam lubang akhirnya terhimpit dan tidak dapat diselamatkan.
Beberapa saat setelah gempa berhenti, di atas lubang yang telah tertutup itu muncullah sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis yang seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Orang-orang yang melihat kejadian itu mempercayai bahwa batu itu adalah penjelmaan dari Seruni dan kemudian menamainya sebagai “Batu Gantung”.
Dan, karena ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga hanyalah “parapat, parapat, dan parapat”, maka daerah di sekitar Batu Gantung kemudian diberi nama Parapat. Kini Parapat telah menjelma menjadi salah satu kota tujuan wisata di Provinsi Sumatera Utara.
Jika anda dari Parapat, ada 2 pelabuhan yang digunakan untuk menyeberang yaitu Pelabuhan Ajibata dan Tigaraja. Tapi di keduanya jarang melewati rute batu gantung, kapal feri yang pasti melewati batu gantung biasanya ada di pinggil danau wisata tempat hotel dan pondok wisata berada.
Roman, kenek kapal, menuturkan rute untuk melihat tebing batu gangung sedikit memutar dan lebih jauh. Sehingga kapal penumpang jarang lewat situ. Sedangkan kapal wisata, memang khusus untuk menunjukkan wisatawan objek wisata tersebut.
Selain berbeda rute, namun satu tujuan yakni Pulau Samosir, ongkos penumpang berbeda. Jika kapal penumpang Rp 8 ribu per orang, sedangkan kapal wisata bisa Rp 15 ribu per orangnya," katanya.
0 komentar:
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.