Minggu, 17 Maret 2019

Misteri Tragedi Bintaro

Misteri Dunia-Kereta Api dengan Nomer KA 225 jurusan Rangkasbitung-Jakarta bertabrakan di kawasan Bintaro dengan kereta Api cepat dengan Nomer  KA 220 Tanah Abang-Merak.
Kedua kereta tersebut melaju tanpa henti dan tabrakan pun tidak bisa dihindarkan. Seperti apakah fakta-fakta dan juga kisah mengerikan yang tersisa dari kisah kecelakaan maut yang banyak memakan korban ini.

Kecelakaan kereta yang di kenal dengan Tragedi Bintaro dialami oleh dua buah kereta api yakni KA 255 jurusan Rangkasbitung-Jakarta dan juga KA 220 kereta cepat jurusan Tanah Abang-Merak di daerah Pondok Betung, Bintaro pada hari Senin pagi, tanggal 19 Oktober 1987.
Kecelakaan ini merupakan potret buruk dari sejarah perkereta apian di Indonesia, dalam kecelakaan dahsyat ini setidaknya menelan korban jiwa sebanyak 153 orang.

Tabrakan Kereta tersebut terjadi pada jam kantor sibuk, lokasinya terletak di antara stasiun Pondok Ranji dan juga pemakaman Tanah Kusir, yang terletak di sebelah utara SMUN 86 Bintaro.
TKP tersebut berada di dekat tikungan rel yang melengkung, dan kini menjadi jalan tol Bintaro dengan jarak kurang lebih 200 meter setelah pintu perlintasan Pondok Betung,  atau kurang lebih 8 km sebelum stasiun Sudimara.KA 225 yang dikendarai oleh masinis Slamet Suradio bersama dengan  asistennya Soleh dan juga kondektur Syafei berhenti di jalur 3 stasiun di Sudimara dengan perkiraan berjumlah 700 penumpang.

Dan sementara KA 220 Patas dikendarai oleh masinis Amung Sunarya dengan asistennya Mujiono, dan saat itu berpenumpang kurang lebih 500 orang, dan berada di jalur 2 stasiun Kebayoran Lama.Peristiwa mengenaskan tersebut berawal dari kesalahan kepala stasiun Serpong yang kemudian memberangkatkan KA 225 dari Sudimara, tanpa terlebih dahulu mengecek kepenuhan jalur KA, sehingga kepala stasiun Sudimara lantas memerintahkan masinis KA 225 masuk jalur 1,  namun karena KA 225 telat datang, maka diperintahkan untuk segera lansung melaju ke stasiun Kebayoran. Dan Nahasnya di Kebayoran Kereta KA 220 Patas melintas tanpa henti di jalur yang juga sama.

Kesalahan prosedur pemberangkatan itu terjadi karena saat itu pihak stasiun Kebayoran, diketahui terlalu menggampangkan kondisi, dan lantas memberikan ijin kepada masinis KA 225 untuk terus jalan dan melaju menuju Kebayoran dengan meninggalkan kondekturnya.Sebelumnya sudah ada usaha dari dua orang petugas PPKA Sudimara untuk mengejar dan memberhentikan KA 225, dengan cara mengejarnya dengan menggunakan sepeda motor dan juga mengibarkan bendera merah namun hal ini sudah terlambat.KA 225 telah meluncur cepat di jalur maut dan siap untuk menabrak dan menghantam KA Patas 220.

Lokasi tempat di mana kedua kereta itu bertabrakan terletak di tikungan yang cukup banyak di kelilingi pepohonan yang rimbun, hal ini pula yang membuat sudut pandang dari masinis sangat terbatas.Benturan dahsyat dua kereta tersebut menyebakan gerbong pertama dari masing masih kereta ringsek kedalam serta menutupi lokomotif di depannya. 

Kedua kereta tersebut hancur perkeping-keping, terguling dan juga rusak parah, kondisi ini menyebabkan ratusan orang tewas seketika, dan banyak dari para korban yang tergiling putaran kipas dari radiator lokomotif.Seketika terdengar teriakan, tangisan dan juga bau darah yang memenuhi lokasi dimana kereta tersebut bertabrakan.

Jika prosedur yang benar dilakukan, seharusnya KA 220 Patas yang akan melintas di stasius Kebayoran harus berhenti terlebih dahulu, dan  menunggu karena stasiun Sudimara penuh, hingga KA 225 tiba di Kebayoran.Akibat tragedi mengerikan tersebut, masinis KA 225, Slamet Suradio dihukum 5 tahun penjara. Dan dia juga kehilangan pekerjaannya, dan kemudian memilih pulang kampung dan menjadi petani di Purworejo, Slamet meninggalkan kariernya yang sudah dilakoni selama 20 tahun di perusahaan KA.

Nasib malang juga menimpa Adung Syafei yang menjadi kondektur KA 225, yang akhirnya juga mendekam di penjara selama 2 tahun 6 bulan, selain itu  Umrihadi (PPKA Kebayoran Lama) juga di ganjar  hukuman 10 bulan penjara. Setelah itu pihak PJKA selanjutnya melakukan operasi penertiban di setiap jalur kereta api, selain itu pula melakukan razia penumpang gelap serta melakukan peningkatan fasilitas.

Bahkan kemudian PJKA membangun double track besar-besaran untuk mencegah dan menghindari tabrakan adu banteng terjadi lagi.Dan Ironisnya program ini baru selesai setelah dua dekade kemudian yaitu pada tahun 2007 silam.

SHARE THIS

0 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.